Aku kembali menunggangi motor bututku dan menuju ke kampus. Ada kuliah sore hari ini. Di jalan aku sambil renungin curhat setan barusan padaku. Aku jadi mikir, mana mungkin Tuhan ketiduran atau pura-pura tidur pas setan curhat tadi.
Sampai di kampus, aku langsung masuk kelas, dan semua udah pada dateng kecuali satu orang, Dosen. Yaudah, aku langsung istirahat aja di kursi dosen, sementara temen-temen pada ngerumpi gak karuan.
Nah, pas aku lagi main HP, kudenger suara aneh, mirip suara dosenku itu,
“Hey, mahasiswa. Kalian ini nunggu apa? Percuma kalian di sini!”.
Awalnya sih, aku gak yakin. Tapi ternyata bener, itu suara meja dosen, yang sejak tadi kuinjak kakinya, aku penasaran apa maksudnya,
“Lho, maksudmu apa??”
“kemarin pas HP dosenmu tengkurep di punggungku, SMS-nya kubaca, hari ini dia nyunatin anaknya”.
“wah, ternyata kamu bisa ngelihat?”
“ya iyalah, termasuk perbuatan kalian coret-coret di badanku, kalimat I Love You, Jomblo 0852353023xx, Kutunggu jandamu, Hhmm... kaya orang gak berpendidikan aja.”
“o... gitu maksudmu. Yaudah, kalo gitu kami minta ma’af deh..” sambil diam-diam kutulis kata ma’af di pojok meja.
Meja itu kelihatan tersenyum (paling tidak, menurutku).
Setelah dia baru sadar kalo aku coretin, dia teriak,
“Woy..! Woy..!”.
Aku ngeloyor pergi. Hihi..
Trus, karena nganggur, aku pake buat jalan-jalan di area persawahan. Sejuk... hijau... indah... burung-burung beterbangan dengan hewan terbang lainnya. Di situ juga ada kerbau, kambing, sapi, ular, dan sebagainya. Lalu di dekat perkampungan ada ayam, kucing, kuda, dan hewan-hewan lain yang akrab dengan menusia. Semua terlihat tentram...
Tapi tiba-tiba suasana berubah pas aku denger ada suara tangis dari ujung jalan. Aku tengok, ternyata itu suara tangis anjing dan babi. Mereka terus menangis sambil berkata,
“apa salah kami... apa salah kami, ya Allah...”
Aku langsung paham apa maksud mereka (dan kalian juga tentu paham).
Kudekati mereka dan kuajak jabat tanga, mereka menolak,
“Hey!, jangan. Dari pada kamu repot basuh tujuh kail...”
“Yaudah, emang kenapa kalian nangis...?”
“Gara-gara kami baca ini”, sambil mereka menunjuk buku-buku fiqh yang baru aja mereka baca.
Anjing melanjutkan, “mereka seenaknya menulis tentang kami, tanpa pernah wawancara dengan bangsa kami lebih dulu. Pantesan orang-orang berkopyah dan berkerudung selalu jauhi kami, dan menolak cinta tulus kami.”
Lalu tiba-tiba muncul banyak suara dengan nada keras, membenarkan ucapan Anjing,
“betul...!” “betul...!” “betul...!”
Ternyata itu suara Air, Debu, dan Buku-buku fiqh itu sendiri...